Sunday 1 June 2014

CONTOH MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
MAKALAH
Di Ajukan Sebagai Tugas  pengganti Ulangan tengah semester ( UTS)
Pada Mata Kuliah Psikologi pendidikan
Dosen pembimbing: Juhji, M.pd






   






Disusun Oleh:
Sunadinata
           

    FAKULTAS TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NIDA EL-ADABI
PARUNG PANJANG BOGOR 2014

KATA PENGANTAR

       Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini  yang membahas mengenai “psikologi pendidikan”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pengganti ulangan tengah semester (UTS) matakuliah psikologi pendidikan Penulis  mencoba memberikan suatu pemahaman yang berguna untuk pembaca. Serta mengembangkan minat untuk mempelajarinya.
     Harapan penulis semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi  mahasiswa/i STAI NIDA EL-ADABI khususnya semester IV, yang mudah-mudahan berkenan Di hati bapak selaku dosen mata kuliah psikplogi pendidikan. Penulis menyadadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna maka dari itu penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam pembuatan makalah ini.









Parung panjang,28 mei 2014
    Penulis






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR     ................................................................................... ii
DAFTAR ISI      .................................................................................................iii
BAB  I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang     .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan masalah .........................................................................................1
1.3. Tujuan .......................................................................................................... .1
BAB  II PEMBAHASAN
11.1  Pengertian psikologi pendidikan     .............................................................2
11.2  Ruang lingkup psikologi pendidikan    ........................................................2
11.3  Sejarah perkembangan psikologi pendidikan...............................................2
11.4  Aliran-aliran psikologi pendidikan   ......................................................... ...5
11.5  Metode metode psikologi pendidikan ..........................................................8
11.6.Hubungan psikologi pendidikan dengan konseling pendidikan    ...............10
     BAB  III PENUTUP                            
      A. Kesimpulan    ............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA   










BAB I
PENDAHULUAN
I.1.      Latar belakang
   
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Untuk memperjelas pertimbangan-pertimbangan psikologi pendidikan  yang melibatkan peserta didik ,berikut ini diketengahkan uraian tentang pengertian epsikologi pendidikan  dan ruang lingkup pskikologi pendidikan,perkembangan psikologi pendidikan,aliran-aliran psikologi pendidikan,metode-metode psikologi pendidikan dan hubungan psikologi pendidikan dengan bimbingan  konseling.
I.2.      Rumusan Masalah
a)    Apa definisi dari psikologi pendidikani?
b)    Bagaimana sejarah perkembangan psikologi pendidikan?
c)    Apa saja aliran-aliran psikologi pendidikan?
d)    Apa saja metode-metode psikologi pendidikan ?
e)    Bagaimana hubungan psikologi pendidikan dengan bimbingan konseling ?
I.3.      Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan :
a)    definisi psikologi pendidikan
b)    Memahami sejarah perkembangan psikologi pendidikan
c)    Memahami aliran-aliran psikologi pendidikan
d)    Memahami metode-metode psikologi pendidikan
e)    Memahami hubungan psikologi pendidikan dengan bimbingan konseling


BAB II
PEMBAHASANAN
11.1Pengertian Psikologi Pendidikan
       Psikologi pendidikan merupakan bagian dari psikologi yaitu psikologi yang menghubungkan tingkah laku individu dan pendidikan . psikologi pendidikan selain mempelajari tingkah laku individu yang khusus terdapat pada situasi pendidikan,psikologi ini juga mempelajari segi-segi perbedaan individual dalam bertingkahlaku dalam situasi pendidikan serta berupaya untuk mencari cara untuk mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut sehingga psikologi ini dapat diterapkan secara efektifdalam bidang pendidikan . 
        Menurut Lesrer D Crow and alice crow Psykologi is the sciense  of psychology concern with the learning experience of on individual thorought his live  . Dengan demikian psikologi pendidikan dapat didefinisikan sebagai psikologi yang menerapakan dan mengembangkan prinisp-prinsip ,teori teori dan teknik-tehnik yang berkaitan dengan pelaksanaan belajar mengajar yang memadai sehingga  guru dapat membantu dan mengarahkan perkembangan murid-muridnya kearah sasaran yang tepat  dan yang maksimal.
11. 2.Ruang Lingkup psikologi pendidikan
a)    Anak pada hakikat dan perkembangannya temasuk kemungkinan perbedaan-perbedaan  individualitasnya
b)    Belajar, jenis dan prosesnya termasuk prinsip-prinsip dan faktor yang mempengaruhi efesiennya
c)    Mengajar dan prisip-prinsipnya serta kondisi dan situasinya yang dapat mendatangkan efesiensi dan efektifitas belajar dalam rangaka mengembangkan potensi-potensi anak didik secara maksimal.
11.3 Sejarah Singkat Perkembangan Psikologi Pendidikan
Sebelum lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri, psikologi sangat kental dipengaruhi oleh filsafat dan ilmu pengetahuan alam.Psikologi pada saat dipengaruhi oleh filsafat, seperti Rane Descartes memandang manusia sebagai mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu “jiwa dan raga”.Hubungan antara jiwa dan raga saling mempengaruhi sebab adanya kelenjar pinealis yang terdapat dalam otak.Namun, pada saat psikologi berada di bawah pengaruhi ilmu pengetahuan alam, psikologi diterangkan secara kausal, dan psikologi dihubungkan dengan fisiologi.
Psikologi mulai menampakkan perkembangan dan kemajuan yang agak pesat ketika awal abad XIX.Pada waktu itu, banyak ahli yang aktif melakukan penelitian dibidang fisika, fisiologi dan kimia yang dihubungkan dengan reaksi-reaksi manusia pada kondisi tertentu. Perkembangan psikologi yang modern ketika itu sangat erat kaitannya dengan eksperimen-eksperimen yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman inderawi (sensasi).
Psikologi mulai mandiri dan berdiri sebagai disiplin ilmu tersendiri pada tahun 1879, yang dipelopori oleh Wilhelm Wundt yang merupakan seorang yang berkebangsaan jerman yang juga seorang dokter, filsuf dan seorang ahli fisika.Wilhelm Wundt mendirikan sebuah laboratorium psilokogi pertama di Leipzing jerman.Beliau banyak melakukan eksperimen tentang proses-proses kesadaran,meliputi penginderaan dan perasaan. Oleh karena itu, beliu mendefenisikan psikologi sebagai “ilmu yang mempelajari tentang pengalaman sadar” (the scienceof conscious experience).
Wundt dalam eksperimennya menyelidiki tiga masalah utama yang menjadi pusat perhatiannya, yaitu :
1)      Proses kesadaran serta unsur-unsur yang membentuknya,
2)      Cara unsur-unsur itu saling berhubungan dan,
3)      Menentukan hokum atau aturan dari hubungan unsur –unsure tersebut (Nana Sudjana, 1991).
Teori Wundt, didasarkan pada teori atom dalam ilmu kimia, Wundt beranggapan bahwa mempelajari psikologi menyangkut telaah unsur-unsur dasar atau atom-atom terhadap dasar pengalaman mental manusia, dalam eksperimennya Wundt menggunakan metode intropeksi dalam menentukan dan menganalisis unsur-unsur pengalaman manusia. Beliau sangat memusatkan perhatiannya pada proses persepsi, sensasi dan pengalaman mental manusia terhadap rangsangan-rangsangan yang diterimanya, hal ini dilakukannya mengetahui cara atau proses berpikir manusia.
Upaya-upaya yang bersifat semi ilmiah dipelopori oleh para pendidik, seperti Pestalozzi, Herbart, Frobel dan sebagainya. Mereka itu sering dikatakan sebagai pendidik yang mempsikologikan pendidikan, yaitu dalam wujud upaya memperbaharui pendidikan dengan melalui bahan-bahan yang sesuai dengan tingkat usia, metode yang sesuai dengan bahan yang diajarkan dan sebagainya, dengan mempertimbangkan tingkat-tingkat usia dan kemampuan anak didik. Pestalozzi misalnya, dengan upayanya itu kemudian sampai pula pada pola tujuan pendidikannya, yang disusun dengan “bahasa” psikologi pendidikan; dikatakan olehnya bahwa tujuan pendidikan adalah tercapainya perkembangan anak yang serasi mengenai tenaga dan daya-daya jiwa. Adapun Frobel Menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya kepribadian melalui perkembangan sendiri, akativitas dan kerja sama social dengan semboyan “belajar sambil bekerja”. Herbart bahkan telah menyusun pola rangkaian cara menyampaikan bahan pelajaran, berturut-turut: persiapan, penyajian, asosiasi, generalisasi dan aplikasi. Tentu saja sifat dan luasnya usaha yang mereka hasilkan dan sumbangkan sesuai dengan zamannya, yaitu bahwa psikologi sebenarnya pada zaman itu belum berdiri sebagai ilmu pengetahuan yang otonom.
Akhir abat 19 penelitian-penelitian dalam lapangan psikologi pendidikan secara ilmiah sudah semakin maju. Di Eropa Ebbinghaus mempelajari aspek daya ingatan dalam hubungannya dengan proses pendidikan. Dengan penelitiannya itu misalnya terkenallah Kurve Daya Ingatan, yang menggambarkan, bahwa kemampuan mengingat mengenai sejumlah objek kesan-kesannya semakin lama semakin berkurang (menurun), akan tetapi tidaklah hilang sama sekali.
Pada awal abad 20 pemerintah Prancis merasa perlu untuk mengetahui prestasi belajar para pelajar, yang dirasa semakin menurun. Pertanyaannya yang ingin dijawap, apakah prestasi belajar itu semata-mata hanya tergantung pada soal rajin dan malasnya si pelajar, ataukah ada factor kejiwaan atau mental yang ikut memegang peranan. Maka untuk memecahkan problem itu ditunjuklah seorang ahli psikologi yang bernama Alfred Binet, Dengan bantuan Theodore Simon, mereka menyusun sejumlah tugas yang terbentuk dalam sebuah tes baku untuk mengetahui inteligensi para pelajar. Tes ini kemudian dikenal dengan tes Inteligensi. Tes inteligensi Binet-Simon ini sangat terkenal, yang kemudian banyak dipakai di Amerika Serikat, yang di negri itu mengalami revisi berkali-kali untuk mendapat tingkat kesesuaiannya dengan masyarakat atau orang-orang Amerika. Di antara para ahli yang mengambil bagian dalam revisi-revisi itu misalnya : Stern, Terman, Merril dan sebaagainya.
Perlu juga diketahui, bahwa laboratorium ciptaan Wundt di Leipzig juga tidak hanya melakukan aktivitas penelitian yang bersifat “psikologi umum”, melainkan juga memegang peranan dalam psikologi pendidikan. Banyak orang Amerika yang belajar di Leipzig kepada Wundt. Akibatnya setelah mereka mengembangkan psikologi itu di negaranya, termasuk psikologi pendidikan. Terkenallah psikologi pendidikan di Amerika misalnya Charles H. Judd, E.L. Thorndike, B.F. Skinner dan sebagainya. Orang-orang ini sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan di Amerika Serikat. Terutama E.L. Thorndike, sehingga ia dipandang sebagai Bapak Psikologi Pendidikan di Amerika Serikat. Menurut seorang pakar psikiatri dan psikologi Amerika Serikat yang bernama Perry London, yang telah meneliti tentang penggunaan jasa psikologi di Amerika Serikat, yang menggunakan jasa psikologi bagi lapangan-lapangan tertentu adalah : 25% merupakan para pendidik, 25% ahli psikologi klinis dan konsultan, 16% merupakan para peneliti psikologi sendiri, sedang yang 34% tersebar pada lapangan atau pakar yang lain. 
11.4  Aliran-Aliran  psikologi pendidikan


a. Nativisme

Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.

Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua, yang artinya pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.

2. Naturalisme
   Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme.
    Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin dan Aminuddin R., 1992: 9), yaitu:
  
a. Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya secara alami.
b. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab belajar terletak pada diri anak didik sendiri.
c. Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya. Dengan demikian, aliran Naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang bersifat paedosentris; artinya, faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat kegiatan proses belajar-mengajar secara mandiri.

3. Empirisisme
    anak yang lahir ke dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan. Faktor bawaan dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
  Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal.

4. Interaksionisme
    Manusia lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan manusia selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting. Manusia yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak. Dengan demikian, menganggap bahwa mendidik sangat bergantung dan sangat perlu pada faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan.



5. Mengapa manusia perlu dididik.
     Menurut John Locke (1632-1704) mengajarkan bahwa perkembangan pribadi ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, terutama pendidikan.yang berkesimpulan bahwa tiap individu lahir sebagai kertas putih, dan lingkungan itulah yang “menulisi” kertas putih itu. Maka Manusia perlu dididik karena manusia ditentukan oleh lingkungannya yang mempengaruhi manusia itu sendiri, sejak ia lahir sampai ke liang lahat. Maka lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan anak.

6. Mengapa pendidik harus berwibawa.
      Sudah seharusnya setiap orang mengakui bahwa dirinya adalah seorang guru/pendidik, yang harus memiliki jiwa pendidik yang mendarah daging. Artinya, nilai-nilai pendidikan tidak sekadar dihafal secara teoritis, tetapi telah menjadi bagian dari perilaku dirinya, diantaranya kemampuan mengelola pembelajaran atau mendidik peserta didik yang dapat mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Pendidik sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi pendidik sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Di antaranya kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, berakhlak mulia, dan bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.

7. Mengapa keluarga disebut lingkungan yang pertama dan utama.
      Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, keluarga/orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Disinilah proses pendidikan berawal, keluarga/orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak. Orang tua adalah guru agama, bahasa dan sosial pertama bagi anak, kenapa demikian? Karena orang tua adalah orang yang pertama kali mengajarkan anak berbahasa dengan mengajari anak mengucapkan kata ayah, ibu, nenek, kakek dan anggota keluarga lainnya. Orang tua atau keluarga adalah orang yang pertama mengajarkan anak bersosial dengan lingkungan sekitarnya dan mampu mengarahkan, membimbing dan mengembangkan potensi anak secara maksimal pada tahun-tahun pertama kelahiran anak dimana anak belum disentuh oleh lingkungan lain, dalam artian anak masih suci.
8. Siapakah sebenarnya yang harus bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dikeluarga.
       Orang tua yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dikeluarga, karena orang tua sebagai Pendidik dalam keluarga yang berfungsi Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak, Menjamin kehidupan emosional anak, Menanamkan dasar pendidikan moral, Memberikan dasar pendidikan sosial-agama dan budaya, memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik.



11.5 Metode-metode psikologi pendidikan
a.Metode Experimental
      Istilah eksperimen (percobaan) dalam psikologi, dapat diartikan sebagai suatu pengamatan secara teliti terhadap gejala-gejala jiwa yang kita timbulkan dengan sengaja. Hal ini dimaksudkan untuk menguji hipotesa pembuat eksperimen tentang reaksi-reaksi individu atau kelompok dalam situasi tertentu atau di bawah kondisi tertentu. Jadi, tujuan metode eksperimen adalah untuk mengetahui sifat-sifat umum dalam gejala kejiwaan. Misalnya mengenai pikiran, perasaan, kemauan, ingatan, dan lain sebagainya. (Shalahuddin,1990:23)
Kelebihan metode eksperimen adalah dapat melakukan pengontrolan secara ketat terhadap faktor-faktor/variabel-variabel yang diperkirakan dapat “mencemari dan mengotori” hasil penelitian. Metode ini menggunakan suatu prosedur sistematik yang disebut sebagai eksperimental design (rancangan eksperimen). Rancangan ini memiliki dua pengertian:
Adanya langkah-langkah sistematik seperti langkah-langkah penelitian ilmiah:
•    Ada masalah (problem)
•    Kumpulan konsep/teori yang sesuai problem
•     Alternatif jawaban/hipotesis
•    Di uji secara empiris sesuai dengan data lapangan
•    kesimpulan dan generalisasi. (Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,2002:12)
Menurut Robert E. Slavin dalam buku Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, metode eksperimen dibagi menjadi dua, yaitu metode eksperimen laboratorium dan eksperimen lapangan yang diacak (Slavin,2008:21)
b. Metode Questionare
     Metode ini adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan topik-topik psikologis, sosial, pendidikan, dan lain sebagainya yang ditunjukkan atau diberikan kepada suatu kelompok  individu, dengan objek untuk memperoleh data dengan memperhatikan masalah-masalah tertentu yang kadang-kadang juga dipakai untuk tujuan-tujuan diagnostik atau untuk menilai ciri-ciri kepribadian.
Adapun keistimewaan metode ini antara lain adalah:
•    Tidak terlalu memakan biaya.
•     Bahwa dengan metode ini, dalam waktu yang relatif singkat dapat mengumpulkan data yang banyak.
Adapun kelemahannya antara lain terletak pada kebenara jawaban yang kadang-kadang menyangsikan. (Shalahuddin,1990:25)
c. Metode Klinis
Menurut James Drawer dalam kamus “The Penguin Dictionary of Psychology”, istilah “clinic” dapat diartikan sebagai tempat diagnosa dan pengobatan berbagai gangguan, fisik, perkembangan atau kelakuan. Dengan demikian metode klinis ialah jenis metode dalam psikologi yang berusaha menyelidiki sejumlah individu yang memiliki kelainan-kelainan secara teliti dan intensif serta dalam batas waktu yang lama. (Shalahuddin,1990:25)
Ada beberapa macam cara dalam metode klinis yang digunakan untuk menyelesaikan masalah:
•    Studi kasus klinis: digunakan untuk menyelesaikan masalah disamping kesukaran belajar, gangguan emosional, juga untuk masalah kenakalan remaja.
•    Studi kasus perkembangan: digunakan untuk mengetahui bagaimana jalannya perkembangan dari satu aspek ke aspek tertentu. Contohnya bagaimana perkembangan anak umur 6-9 tahun sehingga kita dapat menentukan metode pengajaran matematika yang tidak menimbulkan terlalu banyak kecemasan.
•    Cara longitudinal: Penelitian ini dilakukan secara terus menerus dalam janga waktu tertentu pada subjek yang sama, pada contoh di atas kita mengamati anak tersebut dalam jangka waktu 3 tahun (6-9 tahun).
•    Cara cross sectional: Penelitian ini dilakukan dengan cara memakai sampel-sampel yang mengawakili usia anak yang ingin diteliti (misal pada contoh di atas, kita menggunakan sekelompok anak usia 6;00 untuk mengetahui emosi anak usia 6;00, sekolompok anak usia 6;06 untuk mengetahui emosi anak usia 6;06, sekelompok anak usia 7;00 untuk mengetahui emosi anak usia 7;00, dan seterusnya sampai akhirnya kita ambil sampel dari sekelompok anak usia 9;00 untuk mengetahui emosi anak usia 9;00. Dari kelompok-kelompok tersebut dapat diambil kesimpulan perkembangan emosi setiap tingkat usia dapat disimpulkan perkembangan emosi anak usia 6;00 sampai 9;00. Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,2002:10)
d. Metode Case Study
Metode case study atau study kasus adalah suatu catatan tentang pengalaman seseorang, penyakit yang pernah diderita, pendidikan, lingkungan, perawatan dan pada umumnya juga semua fakta yang relevan untuk masalah-masalah tertentu yang tersangkut dalam suatu kasus medis atau klinik.
Metode ini dapat berhasil dengan baik apabila observasi dan pencatatan-pencatatan data-datanya dilakukan dengan sebaik-baiknya. Adapun yang di observasi dan dicatat adalah data tingkah lakunya bukan interpretasi dari kelakuan tersebut. (Shalahuddin,1990:26)
e. Metode Introspeksi
      Merupakan metode penelitian dengan cara melakukan pengamatan ke dalam diri sendiri yaitu dengan melihat keadaan mental pada waktu tertentu. Metode ini dipakai dan dikembangkan dalam disiplin psikologi oleh kelompok strukturaklisme (Wilhem Wundt). Mereka mendefinisikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang pengalaman-pengalaman sadar individu. Menurut mereka introspeksi dapat dipakai untuk mengetahui proses mental yang sedang berlangsung pada diri seseorang, sebagaimana pikiran, perasaan, motif-motif yang ada pada dirinya pada waktu tertentu. Disini individu mengamati proses mental, menganalisis, dan kemudian melaporkan perasaan yang ada dalam dirinya. (Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,2002:9)

11.6 Hubungan Psikologi Pendidikan Dengan Bimbingan Konseling
      Hubungan bimbingan dan konseling dengan pendidikan dan pembelajaran
Dalam proses pembelajaran siswa setiap guru mempunyai keinginan agar semua siswanya dapat memperoleh hasil belajar yang baik dan memuaskan. harapan tersebut seringkali kandas dan tidak terwujut, karena banyak siswa tidak seperti yang diharapkan. maka sering mengalami berbagai macam kesulitan dalam belajr. untuk mengatasi masalah kesulitan belajar maka bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan dalam bimbingan belajar, bimbingan sosial, dan bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi.
  Bimbingan belajar
biminan ini di maksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan belajar baik di sekolah maupun diluar sekolah. bimbingan ini antara lain meliputi :
1.    cara belajar, baik secara kelompok maupun individual
2.    cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar
3.    efesiensi dalam menggunakan buku-buku pelajaran
4.    cara mengatasi kesulitan-kesuitan yang berkaitan dengan mata pelajaran tertentu
5.    cara, proses dan prosedur tentang mengikuti pelajaran
Bimbingan sosial
dalam proses belajar dikelas siswa juga harus mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan kelompok. bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memecahakan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan masalah sosial, sehingga terciptalah suasana belajar mengajar yang kondusif.
     Bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi
bimbingan dimaksudkan untuk membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadinya, yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya. siswa yang mempunyai masalah dan belum dapat diatasi atau dipecahkan, akan cenderung mengganggu konsentrasinya dalam belajar, akibat prestasi belaar yang di capai rendah.

















BAB III
PENUTUP

      KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan merupakan psikologi pendidikan yang berkaitan dengan tujuan dan peraktek di sekolah yang  menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
           DAFTAR PUSTAKA
     H.M Alisuf sabri , psikologi pendidikan , jakarta: Pedoman ilmu jaya , 2010
.